ANALISIS KEKERASAN
TERHADAP PEREMPUAN DALAM CERPEN “HAKIM SARMIN” KARYA AGUS NOOR DENGAN TEORI
FEMINISME
Dosen
Pengampu : Dr. Rina Ratih Sri Sudaryani, M. Hum.
Disusun
:
Khalifatun
Saudah
1400003148
C
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2015
DAFTAR ISI
Halaman Sampul........................................................................................................ i
Daftar Isi .................................................................................................................. 1
A. Latar
Belakang Masalah ............................................................................... 2
B. Teori
Feminisme ........................................................................................... 3
C. Pembahasan
.................................................................................................. 7
1. Cerpen
Hakim Sarmin karya Agus Noor ............................................... 7
2. Analisis
Cerpen Hakim Sarmin karya Agus Noor .................................. 8
D. Kesimpulan
................................................................................................. 12
Daftar Pustaka ........................................................................................................ 13
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
a.
Latar Belakang Masalah
Karya
sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud
penulis untuk tujuan estetika. Karya sastra ini di dalamnya meliputi berbagai
unsur, biasanya mengandung unsur intrinsik dan ekstrinsik. Dalam karya sastra
yang dihasilkan tersebut dapat juga dianalisis menggunakan teori feminisme.
Feminisme yakni sebuah gerakan perempuan yang menuntut
emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Berbagai kalangan ada
yang mendukung dan ada yang menolak tentang adanya gerakan feminisme.
Dalam penulisan kali ini, akan di analisis
mengenai sifat tokoh dalam cerpen yang mempunyai peranan dalam memperjuangkan
gerakan feminisme maupun yang mengabaikan. Keterkaitan isi cerpen juga dapat di
analisis menggunakan teori feminisme ini. Tokoh utama tidak memperjuangkan hak
perempuan, tetapi dialah yang menjadikannya sebagai bagian dari korban
perbuatannya. Penulis menganalisis cerpen karya Agus Noor yang berjudul Hakim
Sarmin yang termuat dalam koran Kompas edisi Minggu, 31 Mei 2015. Untuk mengetahui
lebih lanjut tentang adanya keterkaitan unsur feminisme dalam cerpen, maka akan
di bahas dalam penulisan kali ini.
b.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
keterkaitan isi cerpen “Hakim Sarmin” karya Agus Noor dalam analisis sastra
feminisme?
2. Bagaimana
sikap tokoh utama dalam cerpen “Hakim Sarmin” dengan menggunakan unsur
feminisme?
c.
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui keterkaitan isi cerpen “Hakim Sarmin” karya
Agus Noor dalam analisis sastra feminisme
2. Mengetahui
sikap tokoh utama dalam cerpen “Hakim Sarmin” dengan menggunkan unsur
feminisme.
B.
TEORI
FEMINISME
Feminisme adalah sebuah
gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak
dengan pria. Feminisme berasal dari bahasa Latin, Femia yang berarti perempuan.
Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki
dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan.
Ada
beberapa pendapat tentang asal mula munculnya feminisme di Amerika Serikat.
Pendapat pertama berkaitan dengan aspek politis, yaitu saat rakyat Amerika
memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1776, Deklarasi Kemerdekaan Amerika
mencantumkan “all men are created equal”
atau “semua laki-laki diciptakan sama”. Hal ini membuat para feminis merasa
bahwa Pemerintah Amerika tidak mengindahkan kepentingan-kepentingan perempuan.
Maka dalam konvensi di Seneca Falls pada tahun 1848, para tokoh feminis
memproklamasikan versi lain dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika yang berbunyi “all men and women are created equal”
atau “semua laki-laki dan perempuan diciptakan sama”.
Pendapat
kedua berkaitan dengan aspek agama, yaitu kebiasaan kaum lelaki Yahudi kuno
yang ketika bersembahyang selalu mengucapkan terima kasih kepada Tuhan karena
mereka tidak dilahirkan sebagai perempuan.
Pendapat
ketiga berkaitan dengan aspek sosialisme. Menurut kaum feminis Amerika, kaum
wanita merupakan suatu kelas dalam masyarakat yang ditindas oleh kelas lain,
yaitu kelas laki-laki.
Ketiga
aspek ini senantiasa menjadi landasan gerakan feminisme di Amerika dalam
melancarkan kegiatan-kegiatannya. Dapat disimpulkan bahwa perjuangan para
feminis Amerika pada umumnya tidak bertujuan untuk mengungguli atau mendominasi
kaum laki-laki. Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat
perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki.
Sejarah
Pada
awalnya tuntutan kaum feminis hanya mencakup bidang hukum, ekonomi dan sosial.
Mereka menganggap hal politik tidak begitu mendesak. Tuntutan di bidang hukum
meliputi hak-hak dalam perkawinan, di bidang ekonomi meliputi tuntutan hak atas
harta, di bidang sosial meliputi kebebasan dalam memperoleh pendidikan dan
bersosialisasi. Namun semua tuntutan mereka tidak juga dipenuhi oleh
pemerintah. Para feminis berpendapat bahwa mereka tidak akan mengalami kemajuan
jika pemerintahan tetap dikuasai dan didominasi kaum laki-laki.
Pada
tahun 1920 kaum wanita Amerika berhasil memperoleh hak memilih dan dipilih
setelah mengembangkan pendidikan mereka. Di samping itu, selama Perang Dunia I
mereka menunjukkan kemampuan dalam mengambil alih dan menangani berbagai
pekerjaan yang ditinggalkan banyak laki-laki yang pergi berperang dan hal ini
membuat pemerintah akhirnya memberikan hak politik kepada mereka. Namun, seakan
terlena dalam kemenangan, dalam dasawarsa 1920-1930, wanita Amerika cenderung
kembali ke lingkungan domestik mereka, yaitu kembali mengurusi rumah tangga dan
anak-anak. Hal ini membuat mengendurnya gerakan feminisme yang bertahan sampai
tahun 1960-an.
Pada
tahun 1963 muncul buku berjudul “The Feminine Mystique” yang ditulis oleh Betty
Friedan dan menjadi tanda dimulainya gerakan feminisme gelombang kedua. Berbeda
dengan feminisme gelombang pertama, gelombang kedua berdampak luas di hampir
bidang kehidupan. Misalnya, seorang suami yang pandai memasak kemudian menjadi
kenyataan yang sangat lazim. Wanita-wanita muda bisa menjadi prajurit. Di
samping dampak positifnya, tentu ada juga dampak negatif dari keberhasilan
perjuangan ini, misalnya meningkatnya angka perceraian, semakin banyaknya
wanita yang memilih hidup sebagai single parent atau orang tua tunggal bahkan
menjamurnya lesbianisme.
Memasuki
tahun 1990-an, kritik feminisme masuk dalam institusi sains yang merupakan
salah satu struktur penting dalam masyarakat modern. Kritik feminisme ini dapat
berupa kritik sastra feminisme yang berawal dari kenyataan bahwa konon sastra
di Amerika merupakan tulisan kaum laki-laki. Elaine Showalter mengatakan bahwa
sejumlah besar bentuk sastra tidak menyinggung satu orang pun penulis
perempuan. Oleh karena itu, salah satu kegiatan awal para pengkritik
sastra feminis adalah menggali, mengkaji
serta menilai karya penulis-penulis perempuan dari masa-masa silam.
Ragam Kritik Sastra Feminis
Kritik Sastra
Feminis memiliki beberapa ragam, yakni :
a.
Kritik Sastra Feminis-Ideologis
Kritik sastra feminis ini melibatkan
wanita, khususnya kaum feminis, sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian
pembaca wanita adalah citra wanita dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti
kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak
diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra.
b.
Ginokritik
Kritik sastra yang mengkaji penulis-penulis
wanita. Dalam ragam ini termasuk meneliti tentang sejarah karya sastra wanita,
gaya penulisan, tema, genre, dan struktur tulisan wanita.
c.
Kritik Sastra Feminis-Sosialis
Kritik sastra ini meneliti tokoh-tokoh
wanita dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat.
d.
Kritik Sastra Feminis-Psikoanalitik
Kritik sastra ini lebih menerapkan pada
tulisan-tulisan wanita, karena pada feminis percaya bahwa pembaca wanita biasanya
mengidentifikasikan dirinya dengan menempatkan dirinya pada si tokohwanita,
sedang tokoh wanita tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya.
Aliran-Aliran
Feminisme
memiliki beberapa aliran, yaitu :
a.
Feminisme Liberal
Feminisme
Liberal melihat perbedaan laki-laki dengan perempuan sebagai
konstruksosio-ekonomis dan budaya daripada sebagai hasil dari suatu biologis
abadi. Mereka menekankan perlunya kesetaraan kesempatan bagi perempuan di semua
bidang.
b.
Feminisme Radikal
Feminisme
Radikal dasarnya ketidakadilan terhadap perempuan yaitu patriarkat yang
dianggap sebagai masalah universal dan mendahului segala bentuk penindasan.
c.
Feminisme Marxis
Feminisme
Marxis menolak keyakinan feminisme radikal yang menyatakan biologi sebagai
dasar perbedaan gender. Bagi penganut aliran ini, penindasan perempuan adalah
bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi.
d.
Feminis Sosialis
Feminis
sosial adalah gerakan untuk membebaskan perempuan melalui perubahan struktur
patriarkat.
C.
PEMBAHASAN
1. Kutipan cerpen
Hakim Sarmin karya Agus Noor dalam Kompas edisi 31 Mei 2015
HAKIM
SARMIN
Oleh
: AGUS NOOR
Karya Polenk Rediasa
Keadilan
memang lebih mudah didapatkan di luar pengadilan, batin Hakim Sarmin saat
memandang perempuan yang duduk di kursi terdakwa itu. Selama persidangan
perempuan itu hanya membisu, seolah yakin bahwa apa pun yang dikatakan tak akan
membuatnya mendapatkan keadilan.
Umurnya 36 tahun, berkulit langsat dan terlihat menjadi
semakin bersih dengan kemeja warna lembut yang dikenakan. Rambutnya agak ikal
panjang sebahu. Bibir, pipi dan alisnya yang tanpa riasan seolah tak tersentuh
dosa. Hanya matanya yang gelap keruh, seperti biji salak lisut, tapi dengan
sorot tajam, membuat siapa pun yang menatapnya akan cepat-cepat mencari cara
untuk menghindar. Mata seperti itu tak hanya misterius, tapi juga pintar
menyimpan rahasia. Siapa pun tak akan menyangka ia membunuh lima lelaki,
setelah menyimpan dendamnya begitu lama. Pembunuhan itu begitu rapi, dengan
detail rencana yang nyaris sempurna, berlangsung selama dua tahun, dari
pembunuhan lelaki pertama sampai lelaki kelima.
Lelaki pertama mati dengan leher terjerat kawat. Lelaki kedua
mati disiram bensin dan dibakar. Lelaki ketiga mati dengan wajah pucat
ketakutan: lidah dan kedua telinganya dipotong, sementara kemaluannya hancur
dihantam lonjoran besi. Lelaki keempat mati dengan kepala remuk. Dan mayat
lelaki kelima ditemukan terpotong-potong dalam kantong plastik hitam yang
dibuang ke selokan.
Serangkaian pembunuhan itu mungkin akan selamanya tak
terungkap, bila bukan karena sesuatu yang tak diduga-duga. Seseorang menemukan
dompet yang terjatuh di jalan, dan menyerahkannya ke kantor polisi. Di dompet
itu ada KTP dan satu foto lelaki yang kemudian dikenali polisi sebagai orang
yang oleh keluarganya dilaporkan telah hilang sejak setahun lewat. KTP itu
membawa polisi ke alamat perempuan itu, dan ketika menelisik lebih jauh,
ditemukan lima potret lelaki di album foto yang disimpan perempuan itu di laci
lemari kamarnya. Lalu polisi tahu, kelima lelaki tersebut sudah tewas. Banyak
memang kasus-kasus pembunuhan akhirnya terbongkar karena hal-hal yang sepele.
Dari foto-foto itulah kemudian polisi bisa membuktikan kalau perempuan itu
memang sudah lama merencanakan membunuh lima lelaki itu. Lima lelaki yang telah
memperkosanya.
Perempuan itu tak banyak bicara, sejak polisi menangkap dan
menginterogasi. Dan hanya diam membisu selama persidangan, membuat senewen
jaksa yang terus mencecarnya. Dalam kebisuannya ia seakan ingin menegaskan:
dendam adalah jalan terbaik untuk mendapatkan keadilan. Dan hukum yang buruk
membuat orang lebih percaya pada dendam. Bertahun-tahun menjadi hakim, Hakim
Sarmin bisa mengenali keteguhan seorang terdakwa dari sorot matanya. Mata
perempuan itu mata yang tak lagi takut pada apa pun, bahkan pada kematian. Kematian
memang tak lagi menakutkan bagi mereka yang menuntut keadilan.
Hakim Sarmin telah menangani bermacam perkara berat, tapi ini
akan menjadi yang terberat dalam karirnya. Ia pernah mengalami tekanan ketika
menangani kasus korupsi seorang Jenderal polisi bintang tiga. Pada mulanya, ia
merasa bangga karena dipercaya menjadi hakim yang menyidangkan Jenderal polisi.
Ia merasa, itu adalah lompatan terbesar dalam karirnya. Sampai kemudian ia
menyadari, ia ternyata hanya dikorbankan; karena seperti Tuhan yang bekerja
dengan cara rahasia, dalam hukum ada tangan-tangan tak terlihat yang bisa
mengatur hasil akhir perkara. Nyaris setiap hari ia menjadi bahan ledekan dan
lelucon di koran dan televisi ketika ia membebaskan Jenderal itu dari semua
tuntutan. Lelucon terbesar dalam penegakan hukum, begitu koran dan televisi
menyebut keputusannya. Hakim kini lebih lucu dari pelawak, komentar lainnya.
Itu pelajaran terpenting baginya selama 22 tahun menjadi
hakim.
Kini Hakim Sarmin mesti memutuskan hukuman perempuan itu. Sidang
berlangsung tertutup, tapi Hakim Sarmin tahu, di luar sana puluhan wartawan
menunggu dan siap menyambar apa yang diputuskannya. Pemberitaan media
seringkali lebih kejam dari hasil akhir persidangan.
”Saudari terdakwa, apakah Saudari dalam keadaan sehat?”
Perempuan itu tetap diam.
”Apakah Saudari ingin menjawab apa yang dikatakan jaksa?”
Hakim Sarmin bertanya dengan suara pelan, tapi menekan. Seringkali ia menikmati
saat-saat seperti ini, ketika para terdakwa dengan tatapan pasrah menyerahkan
nasib kepadanya. Tapi perempuan itu tetap bergeming.
”Apakah Saudari akan membantah, bahwa Saudari melakukan semua
pembunuhan itu?” Mata perempuan itu makin menatap tajam.
Dalam persidangan pembela telah menjelaskan semuanya.
Peristiwa pemerkosaan itu terjadi enam belas tahun lalu, saat perempuan itu
berumur dua puluh tahunan. Malam itu ia pulang kerja naik angkot. Ada dua
lelaki di angkot itu yang membuatnya gelisah. Ia ingin turun segera, tetapi
angkot malah melaju makin cepat dan tiba-tiba berbelok keluar jalan yang
seharusnya dilewati. Ia melawan sekuat tenaga ketika dua lelaki itu
menyekapnya. Angkot berhenti di pinggiran sawah, dan ia diseret ke sebuah
rumah. Telah menunggu beberapa lelaki di rumah itu. Malam itu menjadi malam
paling celaka yang tak pernah ingin diingatnya, tetapi terus menghantui
sepanjang hidupnya. Ia memendamnya. Apalagi ketika ia tahu, salah seorang
pemerkosanya anak seorang politisi. Ia mengenali wajahnya dari poster-poster
yang banyak terpasang di jalanan saat kampanye pemilu.
Ia tahu, ketakutan hanya akan membuat hidupnya makin tak
berdaya. Dendam yang tak diselesaikan adalah dendam yang menyedihkan. Seperti
kesabaran, dendam juga punya batas. Lalu mulailah ia merencanakan semua
pembunuhan itu. Bertahun-tahun ia merencanakannya dengan sabar, menunggu saat
terbaik. Pembunuhan pertama selalu menjadi pembunuhan yang tersulit. Ia mesti
berjuang keras mengatasi ketakutannya. Dendam memang selalu membutuhkan
keberanian. Tapi kemudian ia berhasil melewati ketakutan itu. Baginya rasa
takut tak lebih mengerikan dari maut. Dari lelaki pertama yang dibunuhnya
itulah ia bisa tahu nama-nama pemerkosa lainnya. Pembela berkali-kali
menegaskan bahwa apa yang dialami perempuan itu mesti menjadi pertimbangan.
Dalam kasus pemerkosaan, tegas pembela, para pelaku akan melupakan, sementara
korban menanggung penderitaannya seumur hidup.
Hakim Sarmin menarik napas dalam-dalam ketika perempuan itu
terus menatapnya. Mata yang menuntut keadilan memang selalu menggelisahkan.
Pernah Hakim Sarmin mengadili seorang nenek berumur 70 tahun yang mencuri
sebungkus biskuit di minimarket. Selama persidangan nenek itu terus menangis
dan mengiba, meratap dan bahkan bersujud minta ampun. Ia terpaksa mencuri
biskuit itu untuk cucunya yang masih bayi dan sudah dua hari tak makan. Hakim Sarmin
selalu teringat pada mata tak berdaya nenek tua itu ketika akhirnya ia menvonis
dua tahun penjara.
Beberapa bulan kemudian Hakim Sarmin mendengar nenek tua itu
mati karena sakit di penjara. Lalu pada suatu malam almarhum ibunya muncul
dalam mimpinya. Hakim Sarmin melihat bayangan ibunya berdiri di bawah pohon
besar hitam penuh ular melilit cabang-cabang yang bagai tangan terulur menjulur
hendak mencekik. Makin lama pohon itu makin membesar, dan ibunya menjelma
bidadari bersayap cahaya yang gemerlapan. Ibunya terlihat menggandeng nenek tua
itu. ”Lihatlah, anakku,” kata ibunya. Hakim Sarmin menyaksikan pohon besar
penuh ular itu bergemuruh seolah dihantam angin puyuh. Sementara nenek tua yang
digandeng ibunya memandangi Hakim Sarmin, sampai Hakim Sarmin menyadari bila
mata nenek itu hanya hitam serupa kepompong. ”Jika kau tak bisa melihat
kebenaran, suatu hari kebenaran akan mengambil matamu.”
Ibu Hakim Sarmin meninggal dunia ketika Hakim Sarmin masih
kanak-kanak. Sebelum meninggal ibunya pernah bercerita sembari dengan lembut
mengusap kepala Sarmin yang berbaring di pangkuan. ”Tahukah kau, Sarmin anakku,
ketika seseorang mendekati ajalnya, akan muncul bidadari. Bila semasa hidupnya
orang itu penuh kebaikan, bidadari itu akan tersenyum dan membawanya ke surga.
Tapi bila orang itu jahat, maka bidadari akan mengambil matanya hingga dalam
kematian orang itu hanya merasakan kegelapan.” Dalam mimpinya itu, Hakim Sarmin
hanya bisa terpana ketika ibunya mencabut kedua matanya dan memberikan kepada
nenek tua itu. Seketika Hakim Sarmin disergap kegelapan, dan ia mendengar
ibunya berkata, ”Yang membahagiakan seorang ibu hanyalah perbuatan baik
anak-anaknya…” Hakim Sarmin melihat nenek tua yang mengenakan matanya. Tapi ia
tak lagi mengenali matanya sendiri itu.
Kini dalam pandangan Hakim Sarmin, perempuan yang duduk di
kursi terdakwa seperti mengenakan mata nenek tua itu. Mata yang menuntut
keadilan!
Ruangan terasa gerah padahal berpenyejuk udara. Hakim Sarmin mengusap
ujung lengan toga pelan-pelan, sekadar mengalihkan kegelisahannya. Hakim Sarmin
tak bisa menyembunyikan gemetar di rahangnya yang kekar. Bila kulitnya tak
hitam kusam, pasti kini ia akan terlihat pucat ketika ia melihat bayangan hitam
bersayap yang berdiri di pojok belakang ruang sidang. Kedua alis Hakim Sarmin
yang lebat tampak melorot ketika ia menyipitkan matanya. Hakim Sarmin gemetar.
Keadilan tak akan pernah terpuaskan oleh dendam, karena
itulah hukum diperlukan. Hakim Sarmin tahu apa yang harus ia putuskan. Jaksa
menuntut penjara seumur hidup. Tapi ia akan menvonis mati perempuan itu. Tuhan
mengetahui semua kebenaran, tapi di pengadilan, hakimlah yang menentukan. Hakim
Sarmin tahu, ia pasti akan kembali diolok-olok karena keputusannya ini. Tapi
hukuman mati untuk perempuan itu ia anggap yang terbaik.
Hakim Sarmin bisa memahami dan menerima semua argumen hukum
dalam tuntutan jaksa. Tapi Hakim Sarmin tahu persis, ada yang salah dan tak
pernah terungkap dalam persidangan. Jaksa dan pembela mengatakan bahwa
perempuan itu diperkosa lima lelaki. Itu keliru. Bukan lima. Tapi enam. Hakim
Sarmin tahu persis, karena ia ada di sana ketika peristiwa itu terjadi…
(Cerita buat Budi Darma)
2.
Analisis
Cerpen Hakim Sarmin karya Agus Noor
a) Keterkaitan
isi cerpen “Hakim Sarmin” karya Agus Noor dalam analisis sastra feminisme
Dalam cerpen Agus Noor yang berjudul“Hakim
Sarmin” akan dianalisis sastra feminisme yang menyangkut tentang perempuan.
Pada cerpen ini tokoh utamanya bukan perempuan, melainkan seorang hakim yang
bernama Sarmin. Di dalam cerpen ini, tokoh utama memperlihatkan adanya unsur
feminisme yakni yang menganggap perempuan itu lemah yang hanya dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan seksual.
Tokoh perempuan yang tidak disebutkan
namanya di dalam cerpen ini memperlihatkan adanya pemberontakan atas
ketidakadilan gender bahwa perempuan itu bukanlah makhluk lemah yang
seakan-akan tertindas selamanya. Tokoh perempuan di sini memberontak
sampai-sampai membunuh lima orang lelaki yang membuatnya mempunyai dendam
selama bertahun-tahun. Terlihat pada kutipan berikut:
“Umurnya
36 tahun, berkulit langsat dan terlihat menjadi semakin bersih dengan kemeja warna
lembut yang dikenakan. Rambut agak ikal panjang sebahu. Bibir, pipi dan alisnya
yang tanpa riasan seolah tak tersentuh dosa. Hanya matanya yang gelap keruh,
seperti biji salak lisut, tapi dengan sorot tajam, membuat siapapun yang
menatapnya akan cepat-cepat mencari cara menghindar. Mata seperti itu itu tak
hanya misterius, tapi juga pintar menyimpan rahasia. Siapapun tak akan
menyangka ia membunuh lima lelaki, setelah menyimpan dendam begitu lama.
Pembunuhan itu begitu rapi, dengan detail rencana yang nyaris sempurna,
berlangsung selama dua tahun, dari pembunuhan lelaki pertama sampai lelaki
kelima.”(paragarf 1)
Tokoh perempuan inimemperlihatkan tentang
siapa dirinya yang terlihat pendiam, tetapi dibalik itu semua ada sesuatu hal
membebani pikirannya tentang sebuah dendam. Dalam pandangannya dendam adalah
jalan terbaik untuk mendapatkan keadilan. Terdapat pada kutipan:
“Perempuan
itu tak banyak bicara, sejak polisi menangkap dan mengintrogasi. Dan hanya diam
membisu selama persidangan, membuat senewen jaksa yang terus mencecarnya. Dalam
kebisuannya ia seakan ingin menegaskan: dendam adalah jalan terbaik untuk
mendapatkan keadilan. Dan hukum yang buruk membuat orang lebih percaya pada
dendam.” (paragraf 4)
Di sini juga terlihat tokoh perempuan
memiliki sifat pemberani dalam menjalankan aksinya merencanakan pembunuhan
berencana. Perempuan ini mewakili dari sekian banyak wanita yang pernah
merasakan tubuhnya diperkosa oleh beberapa orang dengan paksaan. Terbukti pada
kutipan:
“Ia tahu, ketakutan hanya akan membuat hidupnya makin tak
berdaya. Dendam yang tak terselesaikan adalah dendam yang menyedihkan. Seperti
kesabaran, dendam juga punya batas. Lalu mulailah ia merencanakan semua
pembunuhan itu. Bertahun-tahun ia merencanakannya dengan sabar, menunggu saat
terbaik. Pembunuhan pertama selalu menjadi pembunuhan yang tersulit. Ia mesti
berjuang keras mengatasi ketakutannya. Dendam memang selalu membutuhkan
keberanian. Tapi kemudian ia berhasil melewati ketakutan itu. Baginya rasa
takut tak lebih mengerikan dari maut. Dari lelaki pertama yang dibunuhnya
itulah ia bisa tahu nama-nama pemerkosa lainnya. Pembela berkali-kali
menegaskan bahwa apa yang dialamir perempuan itu mesti menjadi pertimbangan.
Dalam kasus pemerkosaan, tegas pembela, para pelaku akan melupakan, sementara
korban menanggung penderitaannya seumur hidup.” (paragraf 13)
b) Sikap
tokoh utama dalam cerpen “Hakim Sarmin” dengan menggunakan unsur feminisme
Dalam
cerpen ini selain menceritakan tentang pemberontakan yang dilakukan tokoh
perempuan dengan cara membunuh lima orang lelaki, juga menceritakan tentang
Hakim Sarmin. Watak tokoh Hakim Sarmin akan diketahui ketika telah membaca
keseluruhan isi dari cerita. Ketika Hakim Sarmin dihadapkan pada persoalan
pemerkosaan yang tejadi pada tokoh perempuan di atas, ia telah mengetahui kalau
perempuan yang akan ditanganinya ini pemberani. Terdapat pada :
“Bertahun-tahun menjadi
hakim, Hakim Sarmin bisa mengenali keteguhan seorang terdakwa dari sorot
matanya. Mata perempuan itu mata yang tak lagi takut pada apa pun, bahkan pada
kematian. Kematian memang tak lagi menakutkan bagi mereka yang menuntut
keadilan.” (paragraf 4)
Hakim
Sarmin telah mengetahui sosok perempuan itu, maka ia pun harus mengambil
keputusan sesuai dengan keadaannya. Ia tidak akan mengulang kembali ketika ia
harus mengadili seorang nenek 70 tahun yang mencuri biskuit di minimarket
dengan menvonis hukuman dua tahun penjara. Beberapa bulan selanjutnya Hakim
Sarmin mendengar bahwa nenek itu meninggal karena sakit di penjara. Ini
membuktikan kalau Hakim Sarmin tidak adil dalam memberikan keputusan terhadap
kasus yang ditanganinya, termasuk kasus yang berhubungan dengan perempuan. Terdapat
pada:
“Pernah Hakim Sarmin
mengadili sorang nenek berumur 70 tahun yang mencuri sebungkus biskuit di mini
market. Selama persidangan nenek itu terus menangis dan mengiba, meratap, dan
bahkan bersujud minta ampun. Ia terpaksa mencuri biskuit itu untuk cucunya yang
masih bayi dan sudah dua hari tak makan. Hakim Sarmin selalu teringat pada mata
tak berdaya nenek tua itu ketika akhirnya ia menvonis dua tahun penjara.” (paragraf
14)
“Beberapa bulan
kemudian Hakim Sarmin mendengar nenek tua itu mati karena sakit di penjara.
Lalu pada suatu malam almarhum ibunya muncul dalam mimpinya.”(paragraf 15)
Dalam
mimpinya diceritakan kalau Hakim Sarmin melihat bayangan ibunya berdiri di
bawah pohon besar hitam penuh ular melilit cabang-cabang yang bagai tangan
terulur menjulur hendak mencekik. Makin lama pohon itu makin membesar dan ibu
Hakim Sarmin menjelma bidadari bersayap cahaya gemerlapan yang menggandeng
nenek tua. Hakim Sarmin baru menyadari kalau mata nenek itu hanya hitam serupa
kepompong. Hal itu dikarenakan tidak adanya keadilan sewaktu hidupnya dan hanya
kejahatan yang ia lakukan.
Ibu
Hakim Sarmin meninggal dunia sewaktu dirinya masih kanak-kanak. Sebelum
meninggal ibunya pernah bercerita kalau kita atau seseorang mendekati ajal,
maka akan muncul bidadari. Bila semasa hidupnya orang itu penuh kebaikan,
bidadari akan tersenyum dan membawanya ke surga. Tetapi, bila orang itu jahat,
maka bidadari akan mengambil matanya hingga dalam kematian orang itu akan
kegelapan. Dan seketika itu, dalam mimpinya Hakim Sarmin melihat ibunya
mencabut kedua matanya dan memberikan kepada nenek tua itu. Hakim Sarmin juga
mendengar ibunya berkata, “Yang membahagiakan seorang ibu hanyalah perbuatan
anak-anaknya...”
Kembali
pada kasus pemerkosaan yang dialami tokoh perempuan, Hakim Sarmin ketika
menatap pandangan perempuan yang duduk di kursi terdakwa itu seperti melihat
mata nenek tua yang tak lagi mengenali matanya sendiri. Mata yang menuntut
keadilan. Hakim Sarmin harus bertindak adil pada hukum, meskipun jaksa menuntut
penjara seumur hidup tapi yang akan menvonis adaah dirinya.
Hakim
Sarmin menvonis perempuan korban pemerkosaan oleh lima orang dan yang membunuh
lima orang lelaki itu dengan hukuman mati, karena menurutnya hukuman mati yang
terbaik. Hakim Sarmin mengetahui apa yang salah dan yang tidak terungkap dalam
persidangan, yakni tentang perempuan itu tidak diperkosa lima orang melainkan
enam orang. Hakim Sarmin tahu persis karena ia ada di sana ketika peristiwa itu
terjadi. Ini terlihat pada paragraf terakhir dalam cerpen.
“Hakim Sarmin bisa
memahami dan menerima semua argumen hukum dalam tuntutan jaksa. Tapi Hakim
Sarmin tahu persis, ada yang salah dan tak pernah terungkap dalam persidangan.
Jaksa dan pembela mengatakan bahwa perempuan itu diperkosa lima lelaki. Itu
keliru. Bukan liam. Tapi enam. Hakim Sarmin tahu persis, karena ia ada di sana
ketika peristiwa itu terjadi...” (paragraf 20)
E.
KESIMPULAN
Persoalan
feminisme akan terus berlanjut dan tidak akan ada henti-hentinya. Perjuangan
feminisme juga tidak akan pernah berhenti, termasuk melalui karya sastra. Banyak
pesan yang disampaikan terkait persoalan feminisme dalam karya sastra. Di dalam
cerpen “Hakim Sarmin” ini terlihat bahwa seorang politis, yakni Hakim Sarmin
tidak dapat memberikan contoh tentang bagaimana menghargai seorang perempuan.
Dirinya hanya bisa memanfaatkan permpuan untuk kebutuhan seksualnya saja.
Pemberontakan
untuk tetap memperjuangkan haknya sebagai perempuan dalam cerpen ini juga terlihat.
Perempuan yang diperkosa oleh enam orang lelaki (satu lelaki sebagai politis) ini
selama bertahun-tahun menyimpan dendam untuk membunuhnya satu per satu. Akan
tetapi baru lima orang yang terbunuh polisi sudah lebih dulu mengetahui masalah
ini. Jadi, masih ada satu lelaki yang belum dibunuhnya secara berencana,
dikarenakan dia seorang politisi yang sekarang akan menvonis dirinya hukuman
mati. Dendam yang selama ini dipendam belum berakhir. Dari isi cerpen di atas
kita mengetahui sosok Hakim Sarmin yang hanya bisa mengeksploitasi tubuh
perempuan dengan memperkosanya secara paksa.
DAFTAR PUSTAKA
Djajanegara,
Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Noor, Agus.
2015. Hakim Sarmin. Cerpen Kompas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar