ANALISIS METAFORA, SIMBOL DAN
KONSEP PADA SAJAK “BATU” KARYA ABDUL WACHID B. S. MENGGUNAKAN TEORI HERMENEUTIKA
PAUL RICOEUR
Khalifatun Saudah
1400003148
C
e-mail: khalifatunsaudah@gmail.com
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
ABSTRAK
Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna yang terkandung dalam sajak “BATU”
karya Abdul Wachid B.S. Penelitian ini mengarah kepada penjelasan hermeneutika Paul
Ricoeur. Teori yang digunakan dalam penelitian analisis sajak “BATU” karya
Abdul Wachid B.S ini adalah teori metafora, teori simbol dan teori konsep dalam
hermeneutika interpretasi Paul Ricoeur. Metode penelitian yang digunakan dalam
anilisis sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S ini berdasar pada metode dalam
teori metafora, simbol, dan konsep hermeneutika Paul Recoeur.
Kata
kunci : Hermeneutika, metafora, simbol, dan
konsep.
A.
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang Masalah
Ada
tiga garis besar dalam makna hermeneutika. Tiga makna hermeneutik yang mendasar
yaitu mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran melalui kata-kata sebagai
medium penyampaian, menjelaskan secara rasional sesuatu sebelum masih
samar-samar sehingga maknanya dapat dimengerti, dan menerjemahkan suatu bahasa
yang asing ke dalam bahasa lain. Tiga
pengertian tersebut terangkum dalam pengertian ”menafsirkan”–interpreting,
understanding.
Berbagai aspek dan pandang definisi lain tentang
hermeneutika adalah metode atau cara menafsirkan sebuah simbol dalam konteks
untuk mengetahui makna dan artinya. Dengan konsepnya Paul
Recoeur mengatakan bahwa simbol
merupakan struktur penandaan yang di dalamnya ada sebuah makna langsung.
Seperti halnya karya-karya puisi Abdul Wachid B.S. dapat diteliti dengan konsep
interpretasi teks Paul Recoeur yang berupa simbol maupun dalam teori metafora.
Dalam makalah ini penulis menggunakan teori
hermeneutika yang diungkapkan oleh Paul Ricoeur untuk menganalisis sajak
“BATU” karya Abdul Wachid B.S dengan teori hermeneutika Paul Ricoeur.
Pengkajian analisis ini berdasarkan teori hermeniotika Paul Recoeur karena
dalam penafsiran memahami makna kata dalam puisi pastilah tiap orang
berbeda-beda, sehingga di sini akan dijelaskan secara rinci.
2. Rumusan
Masalah
1) Bagaimana
metafora dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S.?
2) Bagaimana
simbol dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S.?
3) Bagaimana
konsep dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S.?
B.
LANDASAN
TEORI DAN METODE HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR
1.
Pengertian Hermeneutika
Hermeneutika
adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan teks (Ricoeur dalam
Kurniawan, 2013:18), dan Richard E. Palmer dalam Kurniawan (2013:18)
menjelaskan bahwa pemahaman kajian hermeneutika mencakup: (1) peristiwa
pemahaman terhadap teks, (2) persoalan yang lebih mengarah mengenai pemahaman
dan interpretasi. Ini melibatkan bahwa gagasan utama dalam hermeneutika adalah
“pemahaman (understanding) pada teks”.
Kata
“hermeneutik” berasal dari bahasa Yunani hermeneuein
yang berarti “menafsirkan”, dan kata bendanya hermeneia yang berarti “penafsiran” atau “interpretasi”, dan kata hermeneutes yang berrti interpreter (penafsir)
(Wachid, 2008:16). Berangkat dari mitos Yunani, kata “hermeneutik” diartikan
sebagai “proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti”,
terutama proses ini melibatkan bahasa sebab bahasa merupakan mediasi paling
sempurna dalam proses (Palmer, Terj.Herry dalam Wachid, 2008:17).
Beberapa
ahli memiliki pendapat masing-masing mengenai hermeneutika. “Hermeneutika
adalah studi pemahaman, khususnya tugas pemahaman teks” (Palmer, 2005: 8). Hermeneutika merupakan
studi bentuk terakhir pemahaman ini yang mencoba menggerakkan bersama-sama dua wilayah teori
pemahaman yakni persoalan apa yang terlibat dalam peristiwa pemahaman sebuah teks, dan
persoalan tentang pemahaman itu sendiri, dalam pengertian yang sangat fondasial
dan “eksistensial” itu sendiri (Palmer, 2005: 10).
2.
Teori Metafora
Metafora,
kata manroe adalah “puisi yang maniatur”
metafora menghubungkan makna harfiyah dengan dengan makna figuratif
dalam karya sastra. Dalam hal ini karya sastra sebagai wacana yang menyatukan
makna eksplisit dan implisit. Dalm tradisi positivisme logis, perbedaan antara
makna eksplisit dan implisit diperlukan dalam perbedaan antara bahasa kongnitif
dan emotif yang kemudian yang menjadi perbedaan menjadi vukabuler denotasi dan
konotasi (Kurniawan, 2013:22).
Metafora
digolongkan sebagai majas yang mengelompokkan varian-varian dalam makna ke
dalam pengalaman kata-kata, atau lebih tepatnya proses denominasi. Aristoteles
dalam poetic’s-nya menjelaskan bahwa metafora adalah “penerapan suatu benda
nama yang termasuk sesuatu yang lain, interferensi dari jenis ke spesies, dari
s[esies ke jenis, dari spesies ke spesies, atau secara proporsional. Tujuan
majas adalah mengisi tempat kosong semantic dalam kode leksikal atau menghiasi
wacana dan membuatnya menyenangkan (Ricoeur dalam Kurniawan, 2013:23).
Berdasarkan
kecenderungan yang ada, bahasa kias dalam puisi dapat dikelompokkan ke dalam
tiga golongan besar, yaitu kelompok perbandingan (metafora-simile), penggantian
(metonimi-sinekdoki), dan pemanusiaan (personifikasi) (Sayuti, 2010:195).
Metafora
dan simile merupakan bentuk bahasa kias yang mendasar dalam proses kreatif
penciptaan puisi. Ciri utama bahasa puisi salah satunya tampak pada penggunaan
bentuk-bentuk itu, oleh karena itu hampir semua penyair memanfaatkan kedua
bentuk bahasa kias tersebut dalam menguraikan gugusan gagasannya. Pemanfaatan
metafora dan simile menjadi lebih membangkitkan daya tanggap. Asosiasi pembaca menjadi bekerja
untuk mencapai makna yang tersirat di balik ungkapan. Kebermaknaan ungkapan
selalu terkait dengan aspek lainnya.
Makna
metafora akan diperoleh melalui sedikitnya proposisi (kalimat) sabagai unsur
terkecil wacana dan bahasa mempunyai makna bila dipergunakan dalam kalimat.
Puisi akan menemukan eksistensinya setelah diapresiasi dalam konstruksi
proposisinya dan wacana.
Teori
metafora ada tiga langkah;
a.
Mengidentifikasi benih semantic yang
khas setiap symbol betapapun perbedaannya masing-masing, berdasarkan setruktur
makna yang operatifdalam tuturan metaforis.
b.
Berfungsinya metaforis bahasa akan
membebaskan kita untuk memisahkam strata nonlinguistic symbol, penyebarannya melalui metode kontras.
c.
Sebagai imbalanya, pemahaman baru
tentang symbol akan menimbulkan perkembanhan yang lebih jauhdalam teori
metafora yang jika tidak tersembunyi.
Oleh
karena itu, makna simbolik tersusun dalam dua makna. Makna pertama adalah
satu-satunya sarana memasuki makna tambahan. Arti primer member makna sekunder,
betul-betul sebagai arti dari suatu arti (the
meaning of meaning)(Ricoeur Dalam Kurniawan, 2013:29).
3.
Teori Simbol
Asal
kata symbol (symbol) dari yunani symballein, yang berarti melontar
bersama (Hadi W.M dalam Hidayat, 2012:9). Namun, Paul Ricoeur dengan seksama
menjelaskan bahwa symbol “symbol” yang berasal dari kata Yunani tersebut
bukanlah simballein, melainkan “sumballo” yang berarti berarti
menghubungkan atau menggabungkan” (Poespoprodjo dalam Hidayat, 2015:8).
Simbol
merupakan suatu tanda tetapi tidak setiap tanda adalah simbol. Ricoeur
merumuskan bahwa setiap struktur pengertian adalah suatu arti langsung primer,
harfiah, yang menunjukkan arti lain yang bersifat tidak langgsung sekunder,
figuratif yang tidak dapat dipahami selain lewat arti pertama (Poespoprodjo
dalam Kurniawan, 2013:27).
Dalam
kajian terhadap simbol, adanya kesulitan untuk masuk ke struktur ganda yang
meliputi: pertama, simbol memiliki
bidang penelitian yang terlalu banyak dan terlalu beraneka ragam, kedua, konsep
simbol mendekatkan pada dua dimensi yakni tatanan linguistik dan tatanan
nonlinguistik. Simbol linguistik dibuktikan oleh fakta bahwa simbol dibangun
oleh semantik simbol, yakni teori yang menjelaskan struktur simbol berdasarkan
makna signifikas.
4.
Konsep Interpretasi Teks Paul Ricoeur
Ricoeur
menegaskan bahwa teks bukanlah sekedar inskripsi (pembakuan ke dalam tulisan).
Perwujudan wacana ke dalam bentuk tulisan mempunyai beberapa ciri yang mampu
membedakan teks dari berbagai wacana lisan. Ricoeur meringkas cir-ciri ini ke
dalam konsep yang disebut “penjarakan” (distanction)
yang memiliki empat bentuk dasar: Pertama,
makna yang dimaksud melingkupi peristiwa ucapan. Kedua, berhubungan dengan relasi antara ungkapan diinskripsikan
dengan pengujar asli.
Selanjutnya
yang ketiga, memperlihatkan
ketimpangan serupa antara ungkapan yang diinskripsikan dengan audien yang belum
dikenal dan siapa saja yang bisa membaca mungkin saja menjadi salah seorangnya.
Keempat, berhubungan dengan
pembebasan teks dari rujukan pasti yaitu dalam wacana tulisan, realitas yang
dirasakan bersama tidak ada lagi (Thompson dalam Kurniawan, 2013:19).
Menurut
Ricoeur pemahaman (understanding)
terhadap teks berarti, pertama,
menyisipkan di antara predikat situasi kita semua bermakna yang membuat welt dan unwelt. Perluasan cakrawala yang mengizinkan untuk membicarakan
acuan-acuan yang dibuka oleh teks atau dunia yang dibuka oleh tuntutan
referensial sebagian besar teks, dan yang kedua,
membiarkan karya (teks) memperluas cakrawala pemahaman-diri (pembaca) (Ricoeur
dalam Kurniawan, 2013:22).
Kerangka
analisis hermeneutika Paul Ricoeur beroperasi pada teks sebagai dunia yang
otonom. Teks mempunyai dunianya sendiri yang terbebas dari beban psikologi
mental pengarangnya. Teks adalah bahasa tulis yang memenuhi dirinya sendiri,
tanpa bergantung pada bahasa lisan. Oleh karena itu, interpretasi bergerak pada
dua wilayah, yaitu “ke dalam” sense,
yang berupa “penjelasan” (explanationa)
terhadap dunia dalam teks dan “ke luar” reference,
yang berupa “pemahaman” (understanding)
terhadap dunia luar yang diacu oleh teks (Kurniawan, 2013:22).
5.
Metode Hermeneutika Paul Ricoeur
Metode yang
digunakan dalam penelitian adalah teori simbol
dan metafora dalam hermeneutika Paul Ricoeur. Adapun tahap penelitian yang akan
dilakukan dalam penelitian antara lain (Kurniawan, 2013: 31-32):
a. melakukan
pembacaan cermat terhadap objek penelitian yang telah ditetapkan;
b. melakukan
pemilihan sampel sebagai data yang akan digunakan untuk penelitian, yaitu puisi
yang mengandung metafora dan simbol sebagai tematik penelitian;
c. melakukan
pengumpulan data-data tambahan yang mendukung penelitian ini. Data-data
pendukungnya berupa dokumen (buku-buku pustaka) yang mendukung penelitian ini;
d. melakukan
analisis secara cermat terhadap metafora dan simbol yang terdapat dalam
sajak-sajak yang dijadikan sampel dalam penelitian dengan menggunakan paradigma
materi hermeneutika Paul Ricoeur. Adapun langkah-langkah kerja analisis
mencakup: pertama, langkah objektif (penjalasan) yaitu menganalisis dan
mendeskripsikan aspek semantik pada metafora dan simbol berdasarkan pada
tataran linguistilnya. Kedua, langkah-langkah refleksif (pemahaman), yaitu
menghubungkan dunia objektif teks dengan dunia yang diacu (referrence), yang pada aspek simbolnya bersifat non-linguistik,
langkah ini mendekati tingkat ontologis. Ketiga langkah filosofis, yaitu
berfikir dengan menggunakan metafora dan simbol sebagai titik tolaknya. Langkah
ini disebut juga sebagai langkah eksistensial atau ontologis, pemahaman pada
tingkat being atau keberadaan makna
itu sendiri;
e. merumuskan
kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan.
C.
PEMBAHASAN
Sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S.
BATU
aku cumalah batubatu yang
menjadi anakanak tangga yang
sepatu berhak tinggi itu suaranya
begitu nyaring menapaki
setapak demi
setapak
batubatu kelak akan terpelanting
ke telaga yang hening
di mana wajah kenangan
berubah
menjadi pecah
yogyakarta, 22 april 2013
a.
Metafora
dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S.
Judul
“BATU” berarti seperti karakter seseorang yang keras. Pada sajak tersebut,
judul “BATU” menyiratkan suatu perubahan yang nantinya akan berdampak baik atau
buruk ketika pendiriannya tidak kuat atau goyah. Dalam kehidupan berarti segala
perbuatan dan pengaruh lingkungan akan membawa seseorang untuk tetap teguh
terhadap pendiriannya atau sebaliknya. Judul ini merupakan gambaran mengenai
isi dari wacana yang akan disampaikan dalam suatu sajak.
1)
aku cumalah batubatu yang
menjadi
anakanak tangga yang
sepatu berhak tinggi itu suaranya
begitu
nyaring menapaki
Bait pertama di atas mengungkapkan sosok aku atau
seseorang yang sederhana ibarat batu yang tidak ada gunanya sama sekali ketika
tidak dirubah dari bentuk semula yang menjadi “anakanak tangga”. “Anakanak
tangga” di sini seolah-olah sosok aku berjalan keatas menapaki suatu usaha,
seseorang yang mempunyai mimpi, tetapi “sepatu berhak tinggi” menggoyahkan
mimpi tersebut atau mempersulit dalam mencapainya. Ibarat kata ada pengaruh
dari orang lain yang terus berupaya menggoyahkan pendiriannya. “Sepatu berhak
tinggi” di sini perbincangan orang-orang di sekitarnya atau rintangan-rintangan
yang harus dihadapi agar tidak terlalu mengganggu ketika sosok aku tersebut
sedang berusaha untuk maju. Di sini terlihat dari baris keempat, “begitu
nyaring menapaki”.
2)
setapak demi setapak
Pada baris ke lima ini berarti sosok aku terus
berusaha dalam mencapai mimpinya setapak demi setapak atau selangkah demi
selangkah. Perlahan dalam melewati suatu rintangan.
3)
batubatu
kelak akan terpelanting
ke
telaga yang hening
di
mana wajah kenangan
berubah
Pada bait kedua ini menggambarkan bahwa ketika sosok
aku telah mencapai mimpi atau meraih kesuksesannya (ke telaga yang hening),
maka seseorang tersebut akan berubah. Ketika sosok aku tidak mengingat akan
usahanya dulu ketika menapaki “anakanak tangga” (rintangan) maka dirinya akan
terpelanting atau akan jatuh.
4)
menjadi pecah
Pada baris terakhir ini, maksud dari kata menjadi
pecah yakni sosok aku (batu) yang telah mencapai kesuksesan tidak akan bisa
bertahan lama (akan pecah) ketika tidak berbagi pengalaman dengan yang lain
atau tidak membagikan ilmunya kepada orang lain, karena awalnya dahulu sosok
aku sangatlah sederhana.
Allah SWT berfirman yang artinya : “dan bahwasanya
usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya) (Q.S. An Najm :40).
b.
Simbol
dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S.
Simbol
batu dalam sajak “BATU” dituliskan sebagai judul pada sajak “BATU” ini. “BATU”
sebagai judul yang mewakili makna keseluruhan dari sajak tersebut, yakni
menjadi diri sendiri itu penting. Secara umum “BATU” bermakna suatu benda yang
keras, yang sulit untuk dihancurkan. Pada sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S “BATU”
disimbolkan sebagai seseorang yang teguh pendirian untuk menjadi diri sendiri
tanpa memperdulikan suatu perkataan yang menurutnya tidak penting dari orang
lain.
Membahas
bait pertama dalam sajak “BATU”, ada
simbol-simbol yang digunakan oleh
pengarang.
1. aku cumalah batubatu
yang,
batubatu
disini sebagai simbol orang yang sederhana.
2. menjadi anakanak
tangga yang,
anakanak
tangga disini sebagai langkah, maksudnya menjadikan orang yang sederhana tadi
menapaki suatu usaha dengan kerja kerasnya.
3. sepatu berhak
tinggi itu suaranya
sepatu berhak tinggi
disimbolkan sebagai orang lain yang berusaha menggoyahkan keyakinan dari aku
(batu) tadi.
4. begitu nyaring menapaki
Bait
kedua dari sajak “BATU”, baris ke :
1. batubatu kelak akan terpelanting.
batubatu
di sini masih sama seperti simbol di atas, yakni orang yang sederhana tadi.
2. ke telaga
yang hening
telaga
yang hening, simbol ini berarti puncak dari suksesan dari si batu (aku).
3. di mana wajah kenangan
4. berubah
c.
Konsep
dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid
B.S.
Konsep
dalam sajak “BATU” mengungkapkan tentang
bagaimana menjadi diri sendiri itu begitu penting. Menjadi diri sendiri di sini
termasuk jujur dalam hal apapun dan tidak mudah terpengaruh dengan suara bising
yang mungkin akan mempengaruhi dirinya untuk tidak menjadi sesosok dirinya
sendiri.
Sosok yang digambarkan dalam sajak begitu idealis
dalam pemikiran maupun sudut pandang yang dia lihat, karena dia meyakini kalau
apa yang dikukuhkan itu kelak akan menjadi ketenangan dari suara nyaring yang
dia dengar. Ibarat manusia seperti ingin melawan suara yang hendak melarang
atau membantah dari arah pemikirannya dan pada kesempatan lain, kelak proses
menjadi aku (batu) akan mengeras dan sulit untuk dilumpuhkan oleh pihak
manapun.
D.
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian mengenai hermeneutika di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
hermeneutika merupakan teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan
teks, selain itu hermeneutika
merupakan studi bentuk terakhir pemahaman ini yang mencoba menggerakkan bersama-sama dua wilayah teori
pemahaman yakni persoalan apa yang terlibat dalam peristiwa pemahaman sebuah teks, dan
persoalan tentang pemahaman itu sendiri, dalam pengertian yang sangat fondasial
dan “eksistensial”. Adapun langkah-langkah pemahaman dari
penghayatan atas simbol-simbol meliputi inventarisasi simbol, memaknai simbol
secara utuh dan menyeluruh, serta berfikir filosofis.
Dalam
sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S dapat disimpulkan bahwa dalam sajak
tersebut menceritakan tentang keteguhan dalam proses menjadi diri sendiri agar
tidak terpengaruh oleh hal lain atau pembicaraan orang lain. Proses menjadi aku
(batu) sangatlah sulit ketika ada yang menggoyahkan pendiriannya, tetapi
jikalau tidak terpengaruh maka sosok aku (batu) tersebut apabila memiliki
pendirian akan menguat dan sulit untuk dilumpuhkan oleh orang lain yang
berusaha mempengaruhinya.
Simbol
yang terdapat dalam sajak “BATU” adalah batu
itu sendiri yang dituliskan sebagai judul dari sajak tersebut. Judul mewakili
inti dari sajak “BATU”. Oleh karena itu, batu
disimbolkan sebagai ‘orang yang berusaha menapaki/melakukan suatu usaha
dalam mencapai kesuksesan’. Pencapaian yang dilakukan manusia setelah berusaha
keras akan berakhir kepada kesuksesan yang menjanjikan.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat,
Arif. 2015. Aplikasi Teori Hermeneutika
dan Wacana Kritis. Banyumas: Kaldera.
Palmer,
Richard E. 2005. Hermeneutika Teori Baru
Mengenai Interpretasi. Terjemahan oleh Masnur Hery. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Wachid BS, Abdul. 2008. Gandrung Cinta. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Kurniawan, Heru. 2013. Mistisme Cahaya. Banyumas: Kaldera.
Sayuti, Suminto. 2010. Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta:
Gama Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar