Rabu, 02 Maret 2016

HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR



ANALISIS METAFORA, SIMBOL DAN KONSEP PADA SAJAK “BATU” KARYA ABDUL WACHID B. S. MENGGUNAKAN TEORI HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR
Khalifatun Saudah
1400003148
C
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna yang terkandung dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S. Penelitian ini mengarah kepada penjelasan hermeneutika Paul Ricoeur. Teori yang digunakan dalam penelitian analisis sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S ini adalah teori metafora, teori simbol dan teori konsep dalam hermeneutika interpretasi Paul Ricoeur. Metode penelitian yang digunakan dalam anilisis sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S ini berdasar pada metode dalam teori metafora, simbol, dan konsep hermeneutika Paul Recoeur.
Kata kunci : Hermeneutika, metafora, simbol, dan konsep.


A.      PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Ada tiga garis besar dalam makna hermeneutika. Tiga makna hermeneutik yang mendasar yaitu mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran melalui kata-kata sebagai medium penyampaian, menjelaskan secara rasional sesuatu sebelum masih samar-samar sehingga maknanya dapat dimengerti, dan menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam bahasa lain. Tiga  pengertian tersebut terangkum dalam pengertian ”menafsirkan”–interpreting, understanding.
Berbagai aspek dan pandang definisi lain tentang hermeneutika adalah metode atau cara menafsirkan sebuah simbol dalam konteks untuk mengetahui makna dan artinya. Dengan konsepnya Paul Recoeur mengatakan bahwa simbol merupakan struktur penandaan yang di dalamnya ada sebuah makna langsung. Seperti halnya karya-karya puisi Abdul Wachid B.S. dapat diteliti dengan konsep interpretasi teks Paul Recoeur yang berupa simbol maupun dalam teori metafora.
Dalam makalah ini penulis menggunakan teori hermeneutika yang diungkapkan oleh Paul Ricoeur untuk menganalisis sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S dengan teori hermeneutika Paul Ricoeur. Pengkajian analisis ini berdasarkan teori hermeniotika Paul Recoeur karena dalam penafsiran memahami makna kata dalam puisi pastilah tiap orang berbeda-beda, sehingga di sini akan dijelaskan secara rinci.

2.      Rumusan Masalah
1)      Bagaimana metafora dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S.?
2)      Bagaimana simbol dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S.?
3)      Bagaimana konsep dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S.?


B.       LANDASAN TEORI DAN METODE HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR
1.         Pengertian Hermeneutika
Hermeneutika adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan teks (Ricoeur dalam Kurniawan, 2013:18), dan Richard E. Palmer dalam Kurniawan (2013:18) menjelaskan bahwa pemahaman kajian hermeneutika mencakup: (1) peristiwa pemahaman terhadap teks, (2) persoalan yang lebih mengarah mengenai pemahaman dan interpretasi. Ini melibatkan bahwa gagasan utama dalam hermeneutika adalah “pemahaman (understanding) pada teks”.
Kata hermeneutik” berasal dari bahasa Yunani hermeneuein yang berarti “menafsirkan”, dan kata bendanya hermeneia yang berarti “penafsiran” atau “interpretasi”, dan kata hermeneutes yang berrti interpreter (penafsir) (Wachid, 2008:16). Berangkat dari mitos Yunani, kata “hermeneutik” diartikan sebagai “proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti”, terutama proses ini melibatkan bahasa sebab bahasa merupakan mediasi paling sempurna dalam proses (Palmer, Terj.Herry dalam Wachid, 2008:17).
Beberapa ahli memiliki pendapat masing-masing mengenai hermeneutika. “Hermeneutika adalah studi pemahaman, khususnya tugas pemahaman teks” (Palmer, 2005: 8). Hermeneutika merupakan studi bentuk terakhir pemahaman ini yang mencoba menggerakkan bersama-sama dua wilayah teori pemahaman yakni persoalan apa yang terlibat dalam peristiwa pemahaman sebuah teks, dan persoalan tentang pemahaman itu sendiri, dalam pengertian yang sangat fondasial dan “eksistensial” itu sendiri (Palmer, 2005: 10).

2.         Teori Metafora
            Metafora, kata manroe adalah “puisi yang maniatur”  metafora menghubungkan makna harfiyah dengan dengan makna figuratif dalam karya sastra. Dalam hal ini karya sastra sebagai wacana yang menyatukan makna eksplisit dan implisit. Dalm tradisi positivisme logis, perbedaan antara makna eksplisit dan implisit diperlukan dalam perbedaan antara bahasa kongnitif dan emotif yang kemudian yang menjadi perbedaan menjadi vukabuler denotasi dan konotasi (Kurniawan, 2013:22).
Metafora digolongkan sebagai majas yang mengelompokkan varian-varian dalam makna ke dalam pengalaman kata-kata, atau lebih tepatnya proses denominasi. Aristoteles dalam poetic’s-nya menjelaskan bahwa metafora adalah “penerapan suatu benda nama yang termasuk sesuatu yang lain, interferensi dari jenis ke spesies, dari s[esies ke jenis, dari spesies ke spesies, atau secara proporsional. Tujuan majas adalah mengisi tempat kosong semantic dalam kode leksikal atau menghiasi wacana dan membuatnya menyenangkan (Ricoeur dalam Kurniawan, 2013:23).
Berdasarkan kecenderungan yang ada, bahasa kias dalam puisi dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu kelompok perbandingan (metafora-simile), penggantian (metonimi-sinekdoki), dan pemanusiaan (personifikasi) (Sayuti, 2010:195).
Metafora dan simile merupakan bentuk bahasa kias yang mendasar dalam proses kreatif penciptaan puisi. Ciri utama bahasa puisi salah satunya tampak pada penggunaan bentuk-bentuk itu, oleh karena itu hampir semua penyair memanfaatkan kedua bentuk bahasa kias tersebut dalam menguraikan gugusan gagasannya. Pemanfaatan metafora dan simile menjadi lebih membangkitkan daya  tanggap. Asosiasi pembaca menjadi bekerja untuk mencapai makna yang tersirat di balik ungkapan. Kebermaknaan ungkapan selalu terkait dengan aspek lainnya.
Makna metafora akan diperoleh melalui sedikitnya proposisi (kalimat) sabagai unsur terkecil wacana dan bahasa mempunyai makna bila dipergunakan dalam kalimat. Puisi akan menemukan eksistensinya setelah diapresiasi dalam konstruksi proposisinya dan wacana.
Teori metafora ada tiga langkah;
a.              Mengidentifikasi benih semantic yang khas setiap symbol betapapun perbedaannya masing-masing, berdasarkan setruktur makna yang operatifdalam tuturan metaforis.
b.             Berfungsinya metaforis bahasa akan membebaskan kita untuk memisahkam strata nonlinguistic symbol,  penyebarannya melalui metode kontras.
c.              Sebagai imbalanya, pemahaman baru tentang symbol akan menimbulkan perkembanhan yang lebih jauhdalam teori metafora yang jika tidak tersembunyi.
Oleh karena itu, makna simbolik tersusun dalam dua makna. Makna pertama adalah satu-satunya sarana memasuki makna tambahan. Arti primer member makna sekunder, betul-betul sebagai arti dari suatu arti (the meaning of meaning)(Ricoeur Dalam Kurniawan, 2013:29).

3.         Teori Simbol
Asal kata symbol (symbol) dari yunani symballein, yang berarti melontar bersama (Hadi W.M dalam Hidayat, 2012:9). Namun, Paul Ricoeur dengan seksama menjelaskan bahwa symbol “symbol” yang berasal dari kata Yunani tersebut bukanlah simballein, melainkan “sumballo” yang berarti berarti menghubungkan atau menggabungkan” (Poespoprodjo dalam Hidayat, 2015:8).
Simbol merupakan suatu tanda tetapi tidak setiap tanda adalah simbol. Ricoeur merumuskan bahwa setiap struktur pengertian adalah suatu arti langsung primer, harfiah, yang menunjukkan arti lain yang bersifat tidak langgsung sekunder, figuratif yang tidak dapat dipahami selain lewat arti pertama (Poespoprodjo dalam Kurniawan, 2013:27).
Dalam kajian terhadap simbol, adanya kesulitan untuk masuk ke struktur ganda yang meliputi: pertama, simbol memiliki bidang penelitian yang terlalu banyak dan terlalu beraneka ragam, kedua, konsep simbol mendekatkan pada dua dimensi yakni tatanan linguistik dan tatanan nonlinguistik. Simbol linguistik dibuktikan oleh fakta bahwa simbol dibangun oleh semantik simbol, yakni teori yang menjelaskan struktur simbol berdasarkan makna signifikas.

4.         Konsep Interpretasi Teks Paul Ricoeur
Ricoeur menegaskan bahwa teks bukanlah sekedar inskripsi (pembakuan ke dalam tulisan). Perwujudan wacana ke dalam bentuk tulisan mempunyai beberapa ciri yang mampu membedakan teks dari berbagai wacana lisan. Ricoeur meringkas cir-ciri ini ke dalam konsep yang disebut “penjarakan” (distanction) yang memiliki empat bentuk dasar: Pertama, makna yang dimaksud melingkupi peristiwa ucapan. Kedua, berhubungan dengan relasi antara ungkapan diinskripsikan dengan pengujar asli.
Selanjutnya yang ketiga, memperlihatkan ketimpangan serupa antara ungkapan yang diinskripsikan dengan audien yang belum dikenal dan siapa saja yang bisa membaca mungkin saja menjadi salah seorangnya. Keempat, berhubungan dengan pembebasan teks dari rujukan pasti yaitu dalam wacana tulisan, realitas yang dirasakan bersama tidak ada lagi (Thompson dalam Kurniawan, 2013:19).
Menurut Ricoeur pemahaman (understanding) terhadap teks berarti, pertama, menyisipkan di antara predikat situasi kita semua bermakna yang membuat welt dan unwelt. Perluasan cakrawala yang mengizinkan untuk membicarakan acuan-acuan yang dibuka oleh teks atau dunia yang dibuka oleh tuntutan referensial sebagian besar teks, dan yang kedua, membiarkan karya (teks) memperluas cakrawala pemahaman-diri (pembaca) (Ricoeur dalam Kurniawan, 2013:22).
Kerangka analisis hermeneutika Paul Ricoeur beroperasi pada teks sebagai dunia yang otonom. Teks mempunyai dunianya sendiri yang terbebas dari beban psikologi mental pengarangnya. Teks adalah bahasa tulis yang memenuhi dirinya sendiri, tanpa bergantung pada bahasa lisan. Oleh karena itu, interpretasi bergerak pada dua wilayah, yaitu “ke dalam” sense, yang berupa “penjelasan” (explanationa) terhadap dunia dalam teks dan “ke luar” reference, yang berupa “pemahaman” (understanding) terhadap dunia luar yang diacu oleh teks (Kurniawan, 2013:22).

5.         Metode Hermeneutika Paul Ricoeur
Metode yang digunakan dalam penelitian  adalah teori simbol dan metafora dalam hermeneutika Paul Ricoeur. Adapun tahap penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian antara lain (Kurniawan, 2013: 31-32):
a.    melakukan pembacaan cermat terhadap objek penelitian yang telah ditetapkan;
b.    melakukan pemilihan sampel sebagai data yang akan digunakan untuk penelitian, yaitu puisi yang mengandung metafora dan simbol sebagai tematik penelitian;
c.    melakukan pengumpulan data-data tambahan yang mendukung penelitian ini. Data-data pendukungnya berupa dokumen (buku-buku pustaka) yang mendukung penelitian ini;
d.   melakukan analisis secara cermat terhadap metafora dan simbol yang terdapat dalam sajak-sajak yang dijadikan sampel dalam penelitian dengan menggunakan paradigma materi hermeneutika Paul Ricoeur. Adapun langkah-langkah kerja analisis mencakup: pertama, langkah objektif (penjalasan) yaitu menganalisis dan mendeskripsikan aspek semantik pada metafora dan simbol berdasarkan pada tataran linguistilnya. Kedua, langkah-langkah refleksif (pemahaman), yaitu menghubungkan dunia objektif teks dengan dunia yang diacu (referrence), yang pada aspek simbolnya bersifat non-linguistik, langkah ini mendekati tingkat ontologis. Ketiga langkah filosofis, yaitu berfikir dengan menggunakan metafora dan simbol sebagai titik tolaknya. Langkah ini disebut juga sebagai langkah eksistensial atau ontologis, pemahaman pada tingkat being atau keberadaan makna itu sendiri;
e.    merumuskan kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan.


C.      PEMBAHASAN

Sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S.

BATU
aku cumalah batubatu yang
menjadi anakanak tangga yang
sepatu berhak tinggi itu suaranya
begitu nyaring menapaki
setapak demi setapak

batubatu kelak akan terpelanting
ke telaga yang hening
di mana wajah kenangan
berubah

menjadi pecah

yogyakarta, 22 april 2013

a.      Metafora dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S.
Judul “BATU” berarti seperti karakter seseorang yang keras. Pada sajak tersebut, judul “BATU” menyiratkan suatu perubahan yang nantinya akan berdampak baik atau buruk ketika pendiriannya tidak kuat atau goyah. Dalam kehidupan berarti segala perbuatan dan pengaruh lingkungan akan membawa seseorang untuk tetap teguh terhadap pendiriannya atau sebaliknya. Judul ini merupakan gambaran mengenai isi dari wacana yang akan disampaikan dalam suatu sajak.
1)      aku cumalah batubatu yang
menjadi anakanak tangga yang
sepatu berhak tinggi itu suaranya
begitu nyaring menapaki
Bait pertama di atas mengungkapkan sosok aku atau seseorang yang sederhana ibarat batu yang tidak ada gunanya sama sekali ketika tidak dirubah dari bentuk semula yang menjadi “anakanak tangga”. “Anakanak tangga” di sini seolah-olah sosok aku berjalan keatas menapaki suatu usaha, seseorang yang mempunyai mimpi, tetapi “sepatu berhak tinggi” menggoyahkan mimpi tersebut atau mempersulit dalam mencapainya. Ibarat kata ada pengaruh dari orang lain yang terus berupaya menggoyahkan pendiriannya. “Sepatu berhak tinggi” di sini perbincangan orang-orang di sekitarnya atau rintangan-rintangan yang harus dihadapi agar tidak terlalu mengganggu ketika sosok aku tersebut sedang berusaha untuk maju. Di sini terlihat dari baris keempat, “begitu nyaring menapaki”.

2)      setapak demi setapak
Pada baris ke lima ini berarti sosok aku terus berusaha dalam mencapai mimpinya setapak demi setapak atau selangkah demi selangkah. Perlahan dalam melewati suatu rintangan.

3)      batubatu kelak akan terpelanting
ke telaga yang hening
di mana wajah kenangan
berubah
Pada bait kedua ini menggambarkan bahwa ketika sosok aku telah mencapai mimpi atau meraih kesuksesannya (ke telaga yang hening), maka seseorang tersebut akan berubah. Ketika sosok aku tidak mengingat akan usahanya dulu ketika menapaki “anakanak tangga” (rintangan) maka dirinya akan terpelanting atau akan jatuh.

4)      menjadi pecah
Pada baris terakhir ini, maksud dari kata menjadi pecah yakni sosok aku (batu) yang telah mencapai kesuksesan tidak akan bisa bertahan lama (akan pecah) ketika tidak berbagi pengalaman dengan yang lain atau tidak membagikan ilmunya kepada orang lain, karena awalnya dahulu sosok aku sangatlah sederhana.
Allah SWT berfirman yang artinya : “dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya) (Q.S. An Najm :40).


b.      Simbol dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S.
Simbol batu dalam sajak “BATU” dituliskan sebagai judul pada sajak “BATU” ini. “BATU” sebagai judul yang mewakili makna keseluruhan dari sajak tersebut, yakni menjadi diri sendiri itu penting. Secara umum “BATU” bermakna suatu benda yang keras, yang sulit untuk dihancurkan. Pada sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S “BATU” disimbolkan sebagai seseorang yang teguh pendirian untuk menjadi diri sendiri tanpa memperdulikan suatu perkataan yang menurutnya tidak penting dari orang lain.
Membahas bait pertama dalam sajak “BATU”, ada simbol-simbol yang  digunakan oleh pengarang.
1.      aku cumalah batubatu yang,
batubatu disini sebagai simbol orang yang sederhana.
2.      menjadi anakanak tangga yang,
anakanak tangga disini sebagai langkah, maksudnya menjadikan orang yang sederhana tadi menapaki suatu usaha dengan kerja kerasnya.
3.      sepatu berhak tinggi itu suaranya
sepatu berhak tinggi disimbolkan sebagai orang lain yang berusaha menggoyahkan keyakinan dari aku (batu) tadi.
4.      begitu nyaring menapaki

Bait kedua dari sajak “BATU”, baris ke :
1.      batubatu kelak akan terpelanting.
batubatu di sini masih sama seperti simbol di atas, yakni orang yang sederhana tadi.
2.      ke telaga yang hening
telaga yang hening, simbol ini berarti puncak dari suksesan dari si batu (aku).
3.      di mana wajah kenangan
4.      berubah
c.       Konsep dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S.
Konsep dalam sajak “BATU” mengungkapkan tentang bagaimana menjadi diri sendiri itu begitu penting. Menjadi diri sendiri di sini termasuk jujur dalam hal apapun dan tidak mudah terpengaruh dengan suara bising yang mungkin akan mempengaruhi dirinya untuk tidak menjadi sesosok dirinya sendiri.
Sosok yang digambarkan dalam sajak begitu idealis dalam pemikiran maupun sudut pandang yang dia lihat, karena dia meyakini kalau apa yang dikukuhkan itu kelak akan menjadi ketenangan dari suara nyaring yang dia dengar. Ibarat manusia seperti ingin melawan suara yang hendak melarang atau membantah dari arah pemikirannya dan pada kesempatan lain, kelak proses menjadi aku (batu) akan mengeras dan sulit untuk dilumpuhkan oleh pihak manapun.


D.      KESIMPULAN
Berdasarkan uraian mengenai hermeneutika di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hermeneutika merupakan teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan teks, selain itu hermeneutika merupakan studi bentuk terakhir pemahaman ini yang mencoba menggerakkan bersama-sama dua wilayah teori pemahaman yakni persoalan apa yang terlibat dalam peristiwa pemahaman sebuah teks, dan persoalan tentang pemahaman itu sendiri, dalam pengertian yang sangat fondasial dan “eksistensial”. Adapun langkah-langkah pemahaman dari penghayatan atas simbol-simbol meliputi inventarisasi simbol, memaknai simbol secara utuh dan menyeluruh, serta berfikir filosofis.
Dalam sajak “BATU” karya Abdul Wachid B.S dapat disimpulkan bahwa dalam sajak tersebut menceritakan tentang keteguhan dalam proses menjadi diri sendiri agar tidak terpengaruh oleh hal lain atau pembicaraan orang lain. Proses menjadi aku (batu) sangatlah sulit ketika ada yang menggoyahkan pendiriannya, tetapi jikalau tidak terpengaruh maka sosok aku (batu) tersebut apabila memiliki pendirian akan menguat dan sulit untuk dilumpuhkan oleh orang lain yang berusaha mempengaruhinya.
Simbol yang terdapat dalam sajak “BATU” adalah batu itu sendiri yang dituliskan sebagai judul dari sajak tersebut. Judul mewakili inti dari sajak “BATU”. Oleh karena itu, batu disimbolkan sebagai ‘orang yang berusaha menapaki/melakukan suatu usaha dalam mencapai kesuksesan’. Pencapaian yang dilakukan manusia setelah berusaha keras akan berakhir kepada kesuksesan yang menjanjikan.







DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Arif. 2015. Aplikasi Teori Hermeneutika dan Wacana Kritis. Banyumas: Kaldera.
Palmer, Richard E. 2005. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Terjemahan oleh Masnur Hery. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wachid BS, Abdul. 2008. Gandrung Cinta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kurniawan, Heru. 2013. Mistisme Cahaya. Banyumas: Kaldera.
Sayuti, Suminto. 2010. Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama Media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar